Berita dan Informasi, Opini/Artikel

Cloud brightening to combat the global warming

Pagi ini saya membaca hasil penelitian dari seorang peneliti asal US (Tom Ackerman – University of Washington), dimana penelitiannya bergerak di bidang climate engineering atau geoengineering. Setelah membaca abstractnya, seketika saya teringat pada diskusi dalam presentasi yang saya berikan di KJRI Frankfurt 17 Mei 2017 yang lalu. Waktu itu saya memberikan presentasi tentang: “Dampak awan terhadap pemanasan dan pendinginan global”. Inti dari presentasi saya adalah tentang aerosol-cloud and radiation interaction dimana ada hubungan sebab akibat yang sangat kompleks di dalamnya. Singkat cerita, perubahan aerosol dan cloud properties dapat mengakibatkan warming atau cooling. Saya juga menyampaikan bagaimana polusi, atau lebih spesifik partikel polusi, dapat berperan di dalam climate change. Motivasi saya mengangkat tema tersebut, tak lain adalah bahwa saya ingin mencoba memberikan pemahaman yang lebih baik tentang chain processes dan feedback mechanisms yang sebenarnya terjadi.  Saat ini, mungkin kebanyakan dari kita hanya mengenal istilah warming, sedangkan istilah cooling masih cukup asing. Wajar saja, karena isu yang sedang hangat saat ini adalah tentang global warming. Yang harus benar-benar kita ketahui dan pahami adalah bahwa yang terjadi di Bumi kita ini bukan hanya warming, melainkan juga cooling seperti yang terjadi di Siberia. Coba kita tengok artikel penelitian yang menyebutkan bahwa warming di Arctic dan deforestation di Amazon berkorelasi positif atau menyebabkan semakin dinginnya temperatur di Siberia dan beberapa wilayah lainnya.

Semoga uraian di atas dapat memberikan sedikit gambaran bahwa warming dan cooling itu ada pemicunya. Rupanya hal ini juga yang menjadi motivasi dari penelitian di bidang climate engineering, dimana mereka membuat suatu project dengan tujuan untuk “mendinginkan” temperatur permukaan Bumi yang saat ini cenderung semakin panas, atau dengan kata lain mereka ingin mengembalikan Bumi ke dalam keadaan yang seimbang (neither warming, nor cooling). Hal ini diperkuat dengan adanya Paris agreement tahun 2016 lalu yang menyepakati bahwa kita ingin menjaga kenaikan temperatur permukaan Bumi setelah pre-industrial level untuk berada di bawah 2°C atau spesifiknya di angka 1.5°C. Tentu ada bermacam teori dan metode yang telah diperkenalkan, namun yang ingin saya bahas disini adalah dengan cara “marine cloud brightening (MCB)”. Namun ingat, meskipun cara ini terbukti mampu mendinginkan temperatur permukaan bumi, MCB adalah hanyal bersifat temporal saja. Pengurangan  atau bahkan penghilangan polusi dan emisi CO2 adalah solusi mutlak yang harus dilakukan. Untuk menuju dunia tanpa emisi CO2 yang entah kapan benar-benar terealisasi, maka MCB menjadi salah satu upaya dan solusi sembari menunggu, sekaligus dengan tidak membuat keadaan menjadi lebih parah.

Apa itu MCB? MCB adalah suatu upaya untuk memodifikasi atau merekayasa (engineering) natural cloud properties dengan menaikkan cloud droplet number concentration (CDNC). Lantas bagaimana cara kerjanya? Cloud seeding dengan menginjeksi salt particle ke dalam marine boundary layer. Cara ini diharapkan dapat menaikkan cloud albedo (atau cloud reflectivity) dan jumlah solar radiation yang direfleksikan (reflected solar radiation) oleh awan (baca : cloud particles) kembali ke luar angkasa (outer space). Sehingga, atmosfer di bawah awan ataupun juga permukaan bumi akan mengalami cooling. Dalam kondisi natural, cloud particle size relatif lebih besar. Cloud particles dengan ukuran yang lebih besar mempunyai absorption yang lebih besar, sehingga cenderung mengakibatkan warming pada atmosfer di bawah awan dan juga permukaan bumi. Harapannya, injected salt particle akan berperan sebagai cloud condensation nuclei (CCN) sehingga cloud particle size (modified) akan berukuran lebih kecil dibanding kondisi natural. Dengan semakin banyaknya smaller cloud particle, maka CDNC akan semakin tinggi. Sebagai ilustrasi, mari kita bayangkan jika 1 m3 (cubic) dapat menampung 1.000.000 partikel besar, jika diganti dengan partikel yang lebih kecil mungkin akan dapat menampung sampai 100.000.000 partikel (logaritmic scale). Dengan semakin banyaknya cloud particles, maka jumlah scattering di dalam awan meningkat secara signifikan dan pada akhirnya jumlah reflected solar radiation meningkat. Inilah yang diharapkan oleh para peneliti tersebut untuk dapat mendinginkan suhu permukaan bumi. Berikut adalah illustrasinya:

Gambar 1. Credit to U.S. National Academy of Sciences (2015). Climate Intervention: Reflecting Sunlight to Cool Earth. Figure 2.2, p. 35. (source : https://keith.seas.harvard.edu/marine-cloud-brightening)

Jika penjelasan di atas lebih banyak pada tataran teori, bagaimana dengan aplikasi konkretnya? Rencana aplikasi dari penelitian ini adalah dengan menggunakan salt spray platform. Platform dan metode yang diusulkan ada banyak sekali mulai dengan menggunakan pesawat dan kapal khusus, membuat instrument di darat dan laut, namun hampir semua pembahasan itu selalu bermuara pada berapa banyak dana, effort yang dibutuhkan, dan sampai sejauh mana upaya ini dapat dilakukan. Butuh 3-10 tahun lagi untuk menguji lebih jauh metode ini. Bagi saya, cara yang paling efisien nantinya setelah selesai tahap uji coba adalah dengan berkolaborasi dengan kapal dan pesawat riset dan komersil yang sudah ada, disamping dengan membangun platform khusus. Dari segala sensitivity study yang telah dilakukan baik dalam modelling serta uji coba di laboratorium, metode ini memang terbukti berhasil mendinginkan suhu permukaan bumi. Bagaimana peran Indonesia? Kembali saya mengingatkan bahwa Indonesia adalah wilayah yang sangat penting karena cloud cover dan cloud occurence-nya adalah yang tertinggi di dunia. Tantangan terbesar menurut saya justru awareness dan peran dari para peneliti serta pemerintah Indonesia untuk ambil bagian. Mengingat saat ini masih sangat minim jumlah scientist, riset, dan hasil riset (publikasi) dari Indonesia dalam bidang climate. Kalaupun ada, 99.9% dilakukan oleh peneliti dari luar negeri. Akhir kata, mari kita dukung dan nantikan bagaimana perkembangan dari MCB project yang sangat brilliant ini.

Leipzig, 24 Oktober 2017
Trismono Candra Krisna

Referensi :
Marine cloud brightening project : http://mcbproject.org/
Research artikel e.g., https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3405666/

Leave a comment